:: ULAMA KONTEMPORARI ::
Yusuf al-Qaradawi
Yusuf al-Qaradawi (lahir di Shafth Turaab, Kairo, Mesir, 9 September 1926; umur 88 tahun) adalah seorang cendekiawan Muslimyang berasal dari Mesir. Ia dikenal sebagai seorang Mujtahid pada era moden ini.
Selain sebagai seorang Mujtahid ia juga dipercaya sebagai seorang ketua majlis fatwa. Banyak dari fatwa yang telah dikeluarkan digunakan sebagai bahan rujukan atas permasalahan yang terjadi. Namun banyak pula yang mengkritik fatwa-fatwanya.
Profil Pribadi
Lahir di sebuah desa kecil di Mesir bernama Shafth Turaab di tengah Delta Sungai Nil, pada usia 10 tahun, ia sudah hafal al-Qur'an. Menamatkan pendidikan di Ma'had Thantha dan Ma'had Tsanawi, Qardhawi terus melanjutkan ke Universiti al-Azhar, Fakultas Ushuluddin. Dan lulus tahun 1952. Tapi gelaran doktornya baru ia peroleh pada tahun 1972 dengan disertasi "Zakat dan Dampaknya Dalam Penanggulangan Kemiskinan", yang kemudian disempurnakan menjadi Fiqh Zakat. Sebuah buku yang sangat komprehensif membahas persoalan zakat dengan nuansa moden.
Sebab keterlambatannya meraih gelar doktor, karena dia sempat meninggalkan Mesir akibat kejamnya rezim yang berkuasa saat itu. Ia terpaksa menuju Qatar pada tahun 1961dan di sana sempat mendirikan Fakulti Syariah di Universiti Qatar. Pada saat yang sama, ia juga mendirikan Pusat Kajian Sejarah dan Sunnah Nabi. Ia mendapat kewarganegaraan Qatar dan menjadikan Doha sebagai tempat tinggalnya.
Dalam perjalanan hidupnya, Qardhawi pernah dimasukkan ke dalam penjara sejak dari mudanya pada tahun 1949,umurnya masih 23 tahun, karena keterlibatannya dalam pergerakan Ikhwanul Muslimin ketika Mesir dipegang Raja Faruk. Pada April tahun 1956, ia ditangkap lagi dalam peristiwa Revolusi Juni di Mesir.
Qardhawi terkenal dengan khutbah-khutbahnya yang berani sehingga sempat dilarang sebagai khatib di sebuah masjid di daerah Zamalik. Alasannya, khutbah-khutbahnya dinilai menciptakan kebencian terhadap rezim saat itu.
Qardhawi memiliki tujuh anak. Empat putri dan tiga putra. Sebagai seorang ulama yang sangat terbuka, dia membebaskan anak-anaknya untuk menuntut ilmu apa saja sesuai dengan minat dan bakat serta kecenderungan masing-masing. Dan hebatnya lagi, dia tidak membezakan pendidikan yang harus ditempuh anak-anak perempuannya dan anak laki-lakinya.
Salah seorang putrinya memperoleh gelar doktor fisika dalam bidang nuklear dari Inggris. Putri keduanya memperoleh gelaran doktor dalam bidang kimia juga dari Inggeris, sedangkan yang ketiga masih belajar. Adapun yang keempat telah menyelesaikan pendidikan di Universiti Texas Amerika.
Anak lelaki yang pertama menempuh pelajaran dalam bidang teknik elektro di Amerika, yang kedua belajar di Universiti Darul Ulum Mesir. Sedangkan yang bongsu telah menyelesaikan kuliahnya pada fakulti teknik jurusan listrik.
Dilihat dari beragamnya pendidikan anak-anaknya, orang-orang boleh membaca sikap dan pandangan Qardhawi terhadap pendidikan moden. Dari tujuh anaknya, hanya satu yang belajar di Universiti Darul Ulum Mesir dan menempuh pendidikan agama. Sedangkan yang lainnya, mengambil pendidikan umum dan semuanya ditempuh di luar negara. Sebabnya ialah, karena Qardhawi merupakan seorang ulama yang menolak pembagian ilmu secara dikotomis. Semua ilmu boleh jadi islamik dan tidak islamik, tergantung kepada orang yang memandang dan mempergunakannya. Pemisahan ilmu secara dikotomis itu, menurut Qardhawi, telah menghambat kemajuan umat Islam.
Karya-karya Yūsuf al-Qaradāwī
Sebagai seorang ilmuwan dan da’i, Yūsuf al-Qaradāwī juga aktif menulis artikel keagamaan di berbagai media cetak. Di antara karya-karyanya yang paling popular di kalangan perguruan tinggi dan pesantren ialah:
1. Al-Halāl wa al- Harām fi al-Islām (tentang masalah yang halal dan haram dalam Islam)
2. Fiqh az-Zakāh (berbagai masalah zakat dan hukumnya)
3. Al-Ibadah fi al-Islām (hal ihwal ibadah dalam Islam)
4. An-Nas wa al-Haqq (tentang manusia dan kebenaran)
5. Al-Iman wa al-Hayah (mengenai keimanan dan kehidupan)
6. Al-Hulul al-Mustauradah (paham hulul [Tuhan mengambil tempat pada diri manusia] yang diimpor dari non Islam)
7. Al-Hill al-Islām (kebebasan Islam)
8. Syarī’ah al-Islām Sālihha li at-Tatbīq fi Kulli Zamānin wa Makānin(mengenai syari’at islam, elastisitas dan kesesuaian dalam penerapannya pada setiap masa dan tempat)
9. Al-Ijtihād fi asy-Syarī’ah al-Islāmiyyah (ijtihad dalam syari’at Islam)
10 .Fiqh as-Siyam (fikih puasa).
Metode Pemikiran Yūsuf al-Qaradāwī
a.Tidak fanatik dan tidak taqlid.
Ini merupakan prinsip pertama, yaitu terlepas dari fanatisme mazhab dan taqlid buta terhadap siapa pun, baik kepada ulama terdahulu maupun ulama setelahnya. Karena telah dikatakan “tidaklah berbuat taqlid kecuali orang fanatik atau orang bodoh”.
b.Mempermudah, tidak menyulitkan.
Hal ini dasarkan atas dua alasan. Alasan pertama mengenai masalah taharah dan tayamum, dalam surat al-Maidah Allah berfirman:
مايريد الله ليجعل عليكم من حرج ولكن يريد ليطهركم وليتم نعمته عليكم لعلكم تشكرون.
Dalam surat al-Baqarah ayat 185 juga dijelaskan mengenai pemberian dispensasi kepada orang sakit serta musafir untuk berbuka, firman Allah:
يريد الله بكم اليسر ولا يريد بكم العسر
Alasan yang kedua yaitu keadaan zaman yang terus berubah, dimana zaman sekarang menggambarkan sikap hidup materialisme yang lebih dominan dari pada spiritualisme, individualisme lebih dominan dari pada kebersamaan (sosialisme), pragmatisme lebih dominan dari pada akhlak.
c. Berbicara dengan bahasa yang mudah
Yaitu berbicara dengan bahasa yang mudah difahami dan mudah dicerna oleh masyarakat penerima fatwa, dengan menjauhi istilah-istilah yang sukar difahami atau ungkapan-ungkapan yang aneh
e. Bersikap pertengahan: antara memperlonggar dan memperkuat.
Prinsip kelima yang digunakan adalah bersikap moderat (pertengahan) antara tafrit (memperingan) dengan ifrat(memperkuat). Seorang mufti tidak menginginkan masyarakatnya hendak melepaskan ikatan-ikatan hukum yang telah tetap dengan alasan menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang mengabdikan pada modernisasi.
f. Memberikan hak fatwa berupa keterangan dan penjelasan.
Seorang mufti dalam menjawab pertanyaan dituntut untuk memberikan keterangan dan penjelasan, karena dengan begitu orang yang bodoh menjadi mengerti, orang yang lupa menjadi sedar, orang yang ragu menjadi mantap, orang yang bimbang menjadi yakin, orang yang pandai menjadi bertambah ilmunya, dan orang yang beriman semakin bertambah imannya.
wallahualam.
0 comments